Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan pengakses situs pornografi
terbanyak ternyata berasal dari rumah. KPAI menilai jaringan internet di rumah
seharusnya mendapat perhatian semua pihak agar anak terlindungi dari situs
pornografi dan terlarang.
“Akses pornografi dan situs terlarang itu terbesar di lingkungan
rumah. Baru kemudian di warnet,” kata Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh dalam
keteranan tertulis kampanye “Stop Cyber Bullying” di Gelora Bung Karno Jakarta,
Minggu, 4 Oktober 2015.
Mantan Ketum PP IPNU menambahkan lingkungan rumah yang selama
ini dianggap aman ternyata menjadi tempat paling mudah bagi anak untuk
mengunjungi situs terlarang. Kondisi seperti ini menunjukkan orang tua abai
terhadap perlindungan anak dari bahaya internet.
KPAI mencatat ada 30 juta anak dengan rentang usia 10-18 tahun
yang sudah bisa mengakses internet. Usia tersebut sangat rentan terhadap
pengaruh buruk internet. Beberapa kasus akibat dampak buruk internet
adalah bullying, kejahatan
dan kekerasan seksual terhadap anak.
“Kasus bullying ini
berawal dari obrolan canda, namun kemudian berakhir dengan saling olok dan
ejek. Efeknya adalah anak trauma karena dibully di
media sosial dan akhirnya malas ke sekolah,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan
Anak, Yohanna Susana Yembise menegaskan kampanye stop cyber bullying menjadi
bagian perlindungan anak. Menurutnya, orangtua, guru dan masyarakat harus melindungi
anak dari dampak buruk internet.
“Kita harus hati-hati dengan internet, apalagi anak-anak yang
lahir dari 0- 18 tahun. Harus yang baik dan terarah. Jangan sampai membuka
situs-situs yang tidak terpuji, situs yang tidak baik,” jelasnya saat memberikan
pengarahan di hadapan peserta kampanye.
Yohana menjelaskan internet harus digunakan untuk hal-hal
positif. Kegiatan belajar mengajar di sekolah bahkan bisa menggunakan internet
untuk mendukung kreatifitas anak.
“Di sekolah, situs yang dibuka haruslah materi yang dipakai di
sekolah, jangan sampai membuka situs-situs yang tidak terpuji,” jelasnya.
Gerakan Stop Cyber Bullying melibatkan Kementerian Pemberdayaan
Perempuan & Perlindungan Anak, Kementerian Komunikasi dan Informasi dan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Ketiganya merupakan unsur pemerintah yang
mendapat dukungan dari sejumlah lembaga masyarakat, seperti Indonesia Children
Online Protection (ID COP). ID COP memelopori gerakan perlindungan anak dari
pengaruh buruk internet.