Prosa lama yang diresensi :
Suatu sore, Pak Piun dan Bu Pinah sedang duduk di balai-balai bambu. Beberapa hari lagi Bu Pinah akan melahirkan, Pak Piun bahagia, sambil menggumamkan doa. Padi yang baru saja dipanen dirampas oleh centeng-centeng Babah Liem. Babah Liem adalah tuan tanah yang ada di kampung Rawabelong, dia mengangkat centeng-centeng dari pribumi untuk menagih pajak yang digunakan untuk membayar ke Belanda. Bu Pinah pun melahirkan anaknya dan diberi nama Pitung. Si Pitung terdidik menjadi anak yang sopan, suka menolong dan sholeh. Si Pitung belajar agama dan silat pada Haji Naipin. Haji Naipin mencurahkan semua ilmunya kepada Pitung, bahkan ia diberi ilmu pancasona, yaitu ilmu kebal senjata, ilmu itu digunakan untuk membela dari kezaliman.
Suatu ketika Pitung melihat kesewenangan centeng-centeng Babah Liem terhadap tetangganya. Pitung ingin menolong, tetapi dilarang oleh ibunya. Di hari lain Pitung melihat kejadian itu lagi, Pitungpun melawan mereka, akhirnya Pitung dapat mengalahkan mereka. Suatu hari Pak Piun menyuruh Pitung menjual kambing ke pasar. Ternyata, si Pitung dibuntuti oleh seorang centeng. Centeng mengawasi ketika Pitung mengantongi uang di saku. Pitung singgah di mushola, ketika ia melepas baju untuk mandi dan berwudhu, uang tersebut diambil oleh centeng. Di rumah ia dimarahi oleh ayahnya, dan Pitung kembali ke pasar untuk mencari orang itu dan menemukannya sedang berkumpul dengan teman-temanya di warung kopi. Pitung datang dan menghardik mereka. Mereka marah dan menyerang Pitung, namun pada akhirnya mereka kalah.
Pitung memutuskan untuk membela rakyat jelata dan membentuk kelompok untuk merampok harta orang kaya yang akan dibagikan kepada orang yang kekurangan. Orang-orang kaya pun tidak tentram. Schout Heyne, Kontrolir Kebayoran, memerintah untuk mencari tahu keberadaan Pitung. Pitung pun berpindah-pindah tempat. Sampai akhirnya mereka terjebak dan tertangkap. Pitung meloloskan diri melalui genteng penjara. Schout memerintah untuk menangkap Pak Piun dan Haji Naipin, mereka dibui karena tidak mau mengatakan keberadaan Pitung. Pitung mendengar ayahnya dan gurunya dibui, lalu Pitung menyerahkan diri. Pitung tetap tidak akan menyerah, walaupun ia sudah tertangkap. Hal ini menyebabkan Schout Heyne marah bersiap menembak Pitung dan Pitungpun roboh bersimbah darah.
Pitung dimakamkan beberapa hari kemudian, banyak rakyat yang mengiringi jenazah. Beberapa bulan kemudian Schout Heyne dipecat dari jabatan Kontrolilr Kebayoran karena ia telah menembak orang yang tidak melawan saat ditangkap.
Pak Piun : baik, penyabar,
Bu Pinah : baik, penyabar,
Pitung : baik, pemberani, suka menolong,
Schout Heyne : kejam, jahat, mudah marah,
Centeng-centeng : jahat, kejam.
Tempat : balai-balai bambu, warung kopi, penjara, mushola, pasar
Suasana : tegang, sedih. Menakutkan
5. Sudut pandang : orang ketiga serba tahu
6. Konflik : perampasan harta benda oleh penguasa
- Jangan berlaku sewenang-wenang terhadap rakyat kecil.
- Kita harus hidup salling menghargai.
8. Gaya bahasa : komunikatif dan mudah dipahami
9. Unsur-Unsur Ilmu Budaya Dasar :
· Manusia dan Kebudayaan :
Unsur manusia dan kebudayaan pada cerita Si Pitung dapat tergambarkan yaitu ketika Pitung digambarkan sebagai pribadi yang sopan, suka menolong dan sholeh. Sehingga dapat diartikan bahwa kepribadian tersebut yang merupakan unsur-unsur kebudayaan tergambarkan oleh cerita ini.
· Manusia dan Penderitaan :
Unsur manusia dan penderitaan pada cerita Si Pitung dapat digambarkan yaitu pada saat Babah Liem merampas semua padi yang baru saja dipanen oleh Pak Piun sebagai pembayaran hutang. Sehingga dapat diartikan bahwa unsur Manusia dan penderitaan tergambarkan oleh cerita ini.
Unsur manusia dan keadilan pada cerita Si Pitung dapat tergambarkan yaitu ketika Pitung mencoba untuk membela rakyat jelata dari kesewenangan orang-orang kaya. Sehingga dapat diartikan bahwa mencoba untuk menegakkan keadilan atau unsur manusia dan keadilan tergambarkan oleh cerita ini.
· Manusia dan Pandangan Hidup :
Unsur manusia dan keadilan pada cerita Si Pitung dapat tergambarkan yaitu ketika Pitung mencoba untuk membela rakyat jelata dari kesewenangan orang-orang kaya. Sehingga dapat diartikan bahwa tokoh Pitung memiliki pandangan hidup sebagai orang yang peduli terhadap sesama dan berusaha untuk menegakkan kebenaran.
· Manusia dan Tanggung Jawab :
Unsur manusia dan tanggung jawab pada cerita Si Pitung dapat tergambarkan yaitu ketika Pitung mencoba untuk menyerahkan diri padaSchout Heyne. Ia (Schout Heyne) menangkap Pak Piun dan Haji Naipin sebagai sandera karena ia (Schout Heyne) takut apabila Pitung akan merampok hartanya. Oleh karena itu, Pitung menyerahkan dirinya.
Unsur manusia dan harapan pada cerita Si Pitung dapat tergambarkan yaitu ketika Pitung berharap suatu saat ia akan bisa melawan kesewenangan orang-orang kaya.
Untuk menjadi seseorang yang memiliki jiwa kepahlawanan, tidak perlu menjadi seseirang yang menghalalkan cara. Walaupun bertujuan baik tetapi menggunakan cara yang kurang tepat. seperti contoh tokoh Pitung yang mencoba untuk menolong rakyat jelata dengan mencuri kekayaan dari orang-orang menengah ke atas. maka akan berakhir dengan tragis.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Prosa
http://www.anneahira.com/tokoh-betawi.htm