Dukuh
Legetang adalah sebuah daerah di lembah pegunungan Dieng, sekitar 2 km ke utara
dari kompleks pariwisata Dieng Kabupaten Banjarnegara.
Dahulunya masyarakat dukuh Legetang adalah petani-petani yang sukses sehingga
kaya. Berbagai kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi
dukuh Legetang. Misalnya apabila di daerah lain tidak panen tetapi mereka panen
berlimpah. Kualitas buah/sayur yang dihasilkan juga lebih dari yang lain. Namun
barangkali ini merupakan "istidraj" (disesatkan Allah dengan cara
diberi rizqi yang banyak dan orang tersebut akhirnya makin tenggelam dalam
kesesatan). Masyarakat dukuh Legetang umumnya ahli maksiat dan bukan ahli
bersyukur. Perjudian disana merajalela, begitu pula minum-minuman keras (yang
sangat cocok untuk daerah dingin). Tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger
(sebuah kesenian yang dibawakan oleh para penari perempuan, yang sering
berujung kepada perzinaan). Anak yang kimpoi sama ibunya dan beragam
kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dukuh Legetang.
Alkisah
pada suatu malam turun hujan yang lebat dan masyarakat Legetang sedang
tenggelam dalam kemaksiatan. Tengah malam hujan reda. Tiba-tiba terdengar suara
"buum", seperti suara benda yang teramat berat berjatuhan. Pagi
harinya masyarakat disekitar dukuh Legetang yang penasaran dengan suara yang
amat keras itu menyaksikan bahwa Gunung Pengamun-amun sudah terbelah (bahasa
jawanya: tompal), dan belahannya itu ditimbunkan ke dukuh Legetang. Dukuh
Legetang yang tadinya berupa lembah itu bukan hanya rata dengan tanah, tetapi
menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya mati.
Gegerlah kawasan dieng... Seandainya gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka
longsoran itu hanya akan menimpa dibawahnya. Akan tetapi kejadian ini bukan
longsornya gunung. Antara dukuh Legetang dan gunung Pengamun-amun terdapat
sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Jadi kesimpulannya, potongan
gunung itu terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang.